Tuntaskan Sengketa Tanah Karbela
BENGKULU, BE - Lurah Kebun Tebeng, Darman Rusdi SH, berharap agar sengketa mengenai tanah Karbela seluas 3,46 hekatare yang terletak di kawasan cagar budaya tabot di Kelurahan Kebun Tebeng, dapat segera dituntaskan. Pasalnya, telah banyak warga yang mengadu kepadanya agar mendapatkan kepastian hukum menyangkut status tanah tersebut. \"Ini kan sebetulnya persoalan lama yang diangkat kembali. Dulu masyarakat sempat tenang. Kemudian terjadi transaksi jual beli antar warga yang tinggal di lahan tersebut. Makanya polemik ini muncul kembali. Sekalipun kami harus bersikap netral, tapi kami sebenarnya berharap sengketa ini dapat segera dituntaskan. Karena membiarkan polemik ini berkepanjangan, cukup menganggu ketentraman dan kenyamanan warga,\" katanya saat dijumpai di ruang kerjanya, kemarin. Menurutnya, polemik yang sudah puluhan tahun terjadi ini menjadi aneh bilamana dipersengketakan kembali oleh pihak Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) Bencoolen. Seharusnya, kata Darman, pihak KKT Bencoolen dapat melakukan pencegahan jauh sebelum situasinya menjadi rumit sebagaimana yang terjadi saat ini. \"Sekarang kan sudah ada warga yang pegang sertifikat. Ada juga yang pegang SKT. Salah satu pejabat Pemda Kota saja ada yang tinggal di kawasan itu. Kenapa baru sekarang justru tanah ini dipersoalkan kembali,\" tandasnya. Ia pun menyarankan agar seluruh pihak dapat segera memecahkan persoalan ini dengan duduk bersama bermusyawarah untuk mengambil jalan keluar terbaik. Dia menyadari, sikap saling menyalahkan bukan lah sikap yang tepat untuk menyelesaikan polemik tanah tersebut. \"Saya kira sebaiknya dicari jalan keluar terbaik dari permasalahan ini. Misalnya kalau pun harus dibebaskan, tentu harus ada ganti rugi bagi warga yang sudah puluhan tahun tinggal di tanah Karbela. Namun bila tidak, mungkin pihak BPN bisa menerbitkan sertifikatnya agar ada kepastian hukum dan membuat warga menjadi tenang,\" jelasnya. Sementara itu, Hendriyansyah, salah satu warga RT 10 RW 3 Kelurahan Kebun Tebeng yang rumahnya berada di kawasan cagar budaya ini mengatakan, mereka menempati tanah tersebut karena status tanah tersebut telah dihibahkan oleh pemiliknya kepada Pemda Kota. Bahkan, diakuinya, surat hibah itu pun masih tersimpan dan siap diperlihatkan saat mediasi diantara yang bersengketa digelar. \"Dulu ibu Maemunah yang punya tanah menghibahkannya kepada Pemda Kota. Lantas Pemda Kota membiarkan munculnya pemukiman warga di sana tanpa pernah mencegah. Terus terang, kami harapkan ada kepastian,\" sampainya. (009)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: